AKU HARUS APA? Bag I

 

AKU HARUS APA?

Karya : Ilham Ramadhan

 

1

 

Catatan : Cerita ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Penulis menyamarkan nama tokoh,                     tempat  dan waktu demi melindungi privasi narasumber.

Halo, namaku Lukman Hadi Pratama, anak pertama dari 4 bersaudara, yang lahir di salah satu kota masyhur di Indonesia. Kota kelahiran ku dikenal oleh orang banyak sebagai pintu gerbang jawa tengah. Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan keragaman yang ada di sekitar lingkunganku, kediamanku berada di daerah yang dihuni oleh berbagai macam suku, tapi tentu saja suku paling banyak yang akan kamu temukan disini adalah suku jawa. Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu kampus ternama, hanya saja kampus itu bukan terletak di kota kelahiranku ini. Aku terpaksa untuk merantau di masa kuliah ku ke salah satu kota tetangga yang berjarak sekitar 130 km.

Bisa aku katakan bahwa aku adalah seseorang yang realistis, aku berpendapat bahwa di dunia ini tak semuanya berbasis kompetisi, tak ada di dunia ini yang harus diburu-buru hanya karena kata orang sudah waktunya, semua orang punya waktu, momen dan tanggal nya sendiri. Itulah mengapa sampai sekarang aku belum sidang pertama untuk ujian skripsiku, hehe. Tapi jangan salah, walaupun aku belum melaksanakan sidang pertamaku, aku masih berada di umur semester yang dapat dikatakan masih pantas untuk menunggu. Benar, menunggu waktu yang tepat agar mood ku untuk menggarap skripsi ku hadir.

Seperti yang aku katakan di awal, aku adalah orang yang realistis. Melihat banyaknya teman-teman seangkatan yang sudah menyelesaikan sidang skripsi nya pernah membuatku berpikir "Untuk apa cepat-cepat lulus jika nanti akhirnya akan menganggur juga." Iya, aku bisa berpikir seperti itu karena saat ini aku sudah memiliki pekerjaan di salah satu kantor yang bisa dibilang penting untuk negara, terutama saat masa-masa ketika negara ini panas dalam waktu tertentu dan singkat. Dengan gaji yang lumayan saat ini, aku sudah bisa merasakan arti bersyukur walau dalam kacamata seorang mahasiswa. Pekerjaan ini membuat aku sadar bahwa jabatan adalah satu nilai yang sangat dipandang oleh orang Indonesia, minimal untuk saat ini, akan kuceritakan nanti.

Yang ingin aku sampaikan saat ini adalah bagaimana sebuah cerita tentang seseorang yang aku temui di dunia perkuliahan. Sebelumnya biar ku ceritakan dulu bahwa aku adalah orang yang tergolong senang mengikuti kegiatan di kampus, mungkin inilah salah satu alasan kenapa sidang pertamaku belum juga terlaksana, haha. Iya, aku menemukan dia di organisasi yang kusebut rumah ini, dia yang bisa membuatku merasakan arti "penasaran" dalam arti yang baik, dia yang mampu memberikan ku arti berjuang tanpa kenal lelah untuk pertama kali nya, dia yang berhasil menghadirkan sebuah rasa yang disebut "Cinta".

Dia tidak seperti mahasiswi pada umumnya yang mayoritas akan malu dan minder ketika berhadapan dengan lawan jenis, dia berbeda, dia unik. Pada dasarnya, ia dikenal sebagai seorang muslimah yang alim dan lurus, tapi ada satu kesempatan ketika aku dan dia bertatapan secara langsung, dia membuat mataku sigap mencari objek lain, dan yang membuat aku berhasil mengaguminya adalah ternyata dia adalah seorang manusia yang berwawasan luas, dia adalah seorang mahasiswi yang berada satu tingkat di atasku, dia sudah wisuda tahun lalu. Jadi biarkan aku akan menceritakan bagaimana perjuangan dan rasanya mengagumi kakak tingkat.

Namanya Indah, seindah tutur kata dan tingkah lakunya, dia merupakan bidadari kampus di tempat aku menimba ilmu saat ini. Ajaibnya, setauku tak ada yang berani mendekati dia untuk dijadikan sebagai "pacar", aku tidak terlalu kaget sebenarnya, karena memang dari cara dia berbicara, berdebat dan mengeluarkan ide sangat tegas dan tajam. Banyak lelaki yang takut untuk mengajaknya bicara, berbeda denganku yang justru beranggapan bahwa ini adalah sebuah tantangan untukku pribadi. Aku masih ingat langkah pertamaku untuk mendekatinya, sebuah pesan singkat yang aku kirim malam itu.

"Assalamualaikum Kak." Aku mengirim pesan.

"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh." jawabnya.

Perasaan senang sekaligus sedikit cemas dan segan bersarang di hatiku saat itu. Dengan basa-basi umum anak kuliahan yang sedang mencoba membuka oborolan, aku bertanya tentang tugas.

"Maaf kak, kakak masih ada file tugas tentang keragaman bahasa di Indonesia nda ya?" tanyaku.

"Oh, ada nih." terkirim ke handphone ku disusul dengan 2 file berkaitan dengan materi yang kuminta.

Singkat, padat dan jelas. Entah mengapa kemisteriusannya semakin membuatku tertarik dengannya. Mungkin orang lain akan berpendapat bahwa mendekati kakak tingkat, apalagi wanita itu sangat sulit, tapi aku bukanlah sosok pasaran anak muda zaman sekarang. Ingin sekali aku kembali membuka topik lain, namun bagaimanapun juga, aku sedikit mengerti etika, menghubungi kakak tingkat di jam malam bukanlah hal yang sepenuhnya benar, ku akhiri pesan itu dengan

"Baik kak. Terima kasih banyak, kak."

Seakan tak ingin berhenti begitu saja, aku mengirim pesan kembali padanya di esok hari, kali ini ku lengkapi salamku.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

"Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh." Sebuah balasan yang sampai tak lebih dari 1 menit itu membuatku tergemap sekaligus senang.

"Kakak hari ini ada kuliah?" Tanyaku yang sampai saat ini masih ku sesali, kenapa harus itu topik pembukanya.

"Ada, nanti jam 10. Mungkin baru selesai dzuhur si, memang kenapa?" Dia bertanya.

"Owalah, ndapapa. Abis itu ada jadwal kuliah lagi kak?" Jawabku sembari mencari celah.

"Nda ada si, kenapa tuh?" tanya nya kembali yang kali ini membuatku makin deg-degan.

"Hehe, kira-kira ada waktu ga ya kak untuk makan bareng gitu di warung pecel seberang kampus?" Aku mengajukan tawaran yang juga sampai saat ini pun masih ku sesali.

"Waduh, kalau itu kayaknya saya belum bisa." Tolaknya.

Sebuah alasan yang logis sebenarnya untuk seseorang yang dikenal muslimah dan independen. Tanpa pertanyaan lagi, ku iyakan tolakan darinya.

"Hoalah, yasudah kak, ndapapa. Semoga bisa di lain kesempatan ya, hehe." Tutupku.

Aku punya alasan kenapa aku bisa tertarik kepadanya. Alasan itu tertuju kepada kedewasaan dan kemisteriusan yang dia miliki. Entah mengapa aku suka sekali seorang wanita yang pintar dan luas pemikirannya. Di sisi lain, sebagai seseorang yang suka berdebat, aku sangat mengagumi sosok wanita yang bisa berbalas argumen denganku, bukan wanita yang hanya mengerti pertanyaan "Kamu udah makan belum?" Atau "Kamu lagi apa?" Huft, itu bukan tipe ku.

Berbagai usaha sudah ku lakukan untuk mendekatinya, seperti mengirimkan paket makanan dengan misterius, mengucapkan selamat pagi dan semangat untuk menjalani aktivitas di setiap harinya, hingga pernah satu waktu aku mengirimkan surat untuknya, yaaa walaupun melalui teman baiknya. Aku percaya dengan kata-kata "Perjuangan pasti akan membuahkan hasil, baik itu manis atau pahit." Di sisi yang lain juga aku selalu titah dari ayahku yang berbunyi "Kalau kita berani melangkah, ada 2 kemungkinan, yaitu berhasil dan gagal. Tapi jika kita tidak berani melangkah, maka yang kita temui sudah pasti kegagalan."   Aku yakin dengan apa yang ku lakukan untuknya, dengan cepat atau lambat pasti akan meluluhkan hatinya.

Hari demi hari berlalu, sudah lama aku menunjukkan sebuah sandi bahwa "Aku suka padanya." Aku tidak betah berjalan dan berjuang tanpa ada kepastian, aku ingin dia benar-benar tahu bahwa aku menyukainya secara terang, tak lagi samar-samar. Malam ini akan ku ungkapkan perasaanku sekaligus menanyakan kesediaannya untuk memiliki sebuah komitmen untuk hubungan kita berdua. Aku tak mau lagi hanya sebatas kakak tingkat dan adik tingkat yang hanya bersua ketika ada acara di kampus, aku ingin memiliki sebuah slogan "Aku milikmu, kamu milikku" dengannya. Semoga saja harapku tidak pupus malam ini.

" Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh." Aku mengirim pesan membuka obrolan.

"Wa'alaikumussalam adek kuuuu." Oh iya, aku lupa menceritakan bahwa saat ini dia sudah mempunyai nama panggilan "khusus" untukku.

"Lagi sibuk nda kak?" Tanyaku.

"Nda si, kenapa nih? Ada apa?" Jawabnya sekaligus bertanya.

"Hehehe, kak. Lukman kira mungkin kakak sudah tahu apa yang mau Lukman bahas ke kakak."

Agak lama dia membalas, tak seperti biasanya, padahal tanda ceklis dua sudah berwarna biru disana. Lima menit kemudian

"Nda tuh, mau bahas apa emangnya?" Dia bertanya diantara tahu dan tidak tahu.

"Begini kak, mungkin kakak belum ngerasain usaha Lukman. Tapi buat Lukman, Lukman udah berusaha melakukan apa yang seharusnya dilakukan ke kakak supaya tanda bahwa Lukman suka ke kakak itu terlihat. Dan malam ini, Lukman mau terus terang kak, Lukman mau ada sesuatu yang lebih dari hubungan kita yang selama ini hanya sebatas adik dan kakak tingkat. Lukman mau ada sebuah komitmen antara kita kak."

"Maksudnya gimana ya, Lukman? Kakak nda ngerti." Jawabnya.

"Eehmm, begini kak. Lukman mau nanya ke kakak nih. Kira-kira kakak mau nda ya jadi teman, teman hidup Lukman. Ga cuma sebatas teman biasa kak, Lukman mau ada komitmen kayak Lukman punya kakak, dan kakak punya Lukman, begitu." Jelasku penuh harap. Tak henti sampai disitu, aku juga mengirimkan sepenggal lirik lagu dari sebuah band ternama di Indonesia kepadanya.

"Aduuuuh, Lukman. Kamu lucu banget deh, kamu itu orangnya baik, imut, pengertian dan perhatian banget ke kakak. Tapi mohon maaf ya Lukman, kayaknya kakak belum bisa buat jalin sebuah hubungan yang lebih dari apa yang kita jalanin sekarang. Semoga Lukman bisa ngerti yaa. Tapi kakak tau kok apa yang dimaksud sama Lukman, kakak paham apa yang Lukman rasain sekarang, tapi sekali lagi mohon maaf ya Lukman, kakak belum bisa." Tandasnya.  Sebuah jawaban yang di dalamnya terdapat banyak sekali pujian, namun kali ini sama sekali tak membuat sanubari ku senang seperti seharusnya.

Seketika ku tenggelamkan wajahku ke bantal, aku malu, kecewa dan tak tahu harus apa sekarang. Tapi seketika aku tersentak bangkit dan mulai kembali berpikir "Ah, masa dengan satu tolakan aja bisa langsung nyerah si, cemen." Aku berusaha menghibur diri sekaligus kembali memantik semangat dalam jiwaku agar kembali berkobar. Jika kamu mengira aku akan berpikir bahwa masih banyak wanita lain diluar sana, maka pemikiranmu salah total. Aku tak mau berhenti untuk mengejar sosok bidadari berduri di kampus ini. Supaya tak menjadi canggung dan semakin jauh, setiap hari dia selalu ku kirimi pesan singkat, entah itu hanya mengucapkan selamat pagi dan semangat mengerjakan tugas-tugasnya, tapi aku berusaha agar hubungan yang sudah terjalin sejauh ini tidak kandas dengan cepat seperti api yang melahap gumpalan kertas.

Beberapa purnama berselang, manusia diciptakan bersamaan dengan rasa keinginan untuk dihargai dan juga memiliki rasa bosan, itulah yang mulai aku percaya sekarang. Aku mulai berpikir untuk memundurkan satu langkah kaki ini ke belakang, karena melihat dia tak kunjung memberikan sinyal positif untukku. Satu malam aku hubungi dia menggunakan saluran telepon di WhatsApp ku. Ku sampaikan maksud dan tujuanku, aku sampaikan apa yang aku rasakan setidaknya beberapa pekan terakhir. Uniknya, kak Indah justru seakan memberikan sebuah sinyal pertanda "Ayooo, berjuang lagi" kepadaku di malam itu. Obrolan kami malam itu seperti memberikan sebuah sambaran semangat kepadaku, dari cara dia berbicara tentang beberapa hal kepadaku, hingga pada akhirnya dia mengucapkan kata "Masa berjuangnya sampe sini aja? udah nyerah?" Aku yang sama sekali tak bisa ditantang seperti merasakan berbuka setelah lamanya melaksanakan tirakat, semangatku kembali di charge oleh kata singkat itu.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajaknya makan malam, pertemuan pertama secara empat mata, berdua. Bisa kamu bayangkan seberapa gugupnya aku saat itu. Pertemuan itu kami sepakati di salah satu cafe yang lumayan terkenal di dekat kampus kami, pukul 7 malam sudah di tempat merupakan janji yang sama-sama kami iya kan. Aku harus bersiap-siap, aku harus menyiapkan baju dan celana yang terbaik. Dan pastinya aku harus mencawiskan kata-kata supaya aku tidak mati gaya di depannya. Semoga ini berjalan lancar...

 

~

Komentar

Postingan Populer